anchepalus


PELATARAN Rumah Sakit Bintang Amin Husada (RSBAH) yang berada di kompleks Universitas Malahayati, Bandarlampung, sedikit lengang saat Radar Lampung tiba kemarin (19/6). Kondisi ini dapat dimaklumi karena kemarin merupakan hari libur.

Padahal jika kita datang pada hari kerja, dapat dipastikan suasana RS yang berada di daerah perbukitan itu akan marak dengan aktivitas.

Begitu wartawan koran ini sampai di depan ruang Ginekologi, tempat Suhaini dirawat pascaoperasi, terlihat empat laki-laki tengah asyik mengobrol di atas selembar tikar yang dihampar sebagai alas. Asap rokok mengepul dari mulut mereka.

Keempat lelaki itu adalah keluarga dari bayi anchepalus yang belum diberi nama itu. Ayah sang bayi malang, Halibi, segera menyambut. Ia menggeser sikap duduknya yang semula bersila. Ia pun berupaya menyembunyikan raut wajahnya yang semula lesu.

’’Oh Mas, silakan duduk. Kami baru saja ngobrol-ngobrol dengan keluarga yang datang tadi pagi (kemarin, Red),” kata pria yang berada di sebelah Halibi. Pria ini adalah paman bayi ancephalus, Solihin.

Dari penuturan Halibi, sejak kehamilan memasuki bulan pertama, istrinya rajin memeriksakan diri ke bidan yang berada dekat tempat tinggalnya di Desa Tanjungraya, Katibung, Lampung Selatan.

Hanya, saat kandungannya memasuki bulan kelima dan keenam, istrinya diajak oleh salah seorang tetangganya untuk memeriksakan kandungan ke Kalianda, Lamsel.

’’Tetapi, saya tidak tahu ke Kalianda itu untuk memeriksakan kandungan ke siapa. Istri saya maupun tetangga saya itu tidak bilang. Namun di bulan-bulan selanjutnya sampai bulan ke-9, istri saya memeriksakan kandungan ke bidan lagi,” tutur pria yang hanya berprofesi sebagai buruh bangunan itu.

Tanda-tanda kelahiran buah hati keduanya terlihat pada Jumat (17/6), saat istrinya mengeluh sakit perut. Mengetahui hal itu, Halibi mengantarkan istrinya ke bidan. Di sana mereka sempat menginap satu malam.

Karena belum juga melahirkan, pada hari Sabtu (18/6), sang bidan merujuk istri Halibi ke dr. Rajen yang membuka praktik di Panjang. Setelah dilakukan USG, dr. Rajen yang merupakan salah satu dokter RSBAH merujuk ke rumah sakit itu.

’’Setelah sampai di rumah sakit, dokter menyatakan harus dioperasi caesar karena posisinya melintang. Sehingga tidak bisa lahir normal,” timpal Solihin.

Namun, kebahagiaan yang semestinya datang menjemput keluarga yang menanti lahirnya sang buah hati mendadak berubah menjadi kesedihan mendalam, terutama bagi Halibi dan Suhaini. Sebab, sang jabang bayi yang berjenis kelamin perempuan itu terlahir tanpa tempurung kepala yang seharusnya berfungsi untuk melindungi bagian otak.

Kelainan itu jelas menjadi beban berat bagi keluarga Halibi. Apalagi, mereka juga masih harus memikirkan biaya persalinan pascaoperasi dan biaya pengobatan bayi.

’’Untuk persalinan ini kami mendapatkan paket SC Mas. Selama empat hari kami sejak operasi Sabtu lalu, biaya yang dikeluarkan Rp5,4 juta. Nggak taulah Mas nanti ngutang ke siapa,” keluhnya.

Dengan mata berkaca-kaca, Halibi juga mengaku bingung dengan kondisi anaknya. ’’Yang jadi pikiran saya sekarang bagaimana cara untuk membuat anak saya itu bisa bertahan hidup, sehat dan normal seperti anak lainnya. Pusing saya Mas,” ujarnya lemah.

Karena alasan biaya, Halibi sempat menolak rencana RSBAH merujuk anaknya ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) agar bisa mendapatkan penanganan intensif.

’’Kalau pindah RS, maka biaya administrasinya juga dimulai dari awal lagi. Kami tidak tahu lagi gimana kalau sampai semalam nekat untuk dipindah ke RSUDAM. Selain itu, Suhaini (ibu bayi) dirawat di sini (RSBAH),” ungkap Solihin yang mengaku tinggal di bilangan Kedaton, Bandarlampung, itu.

Dari penjelasan adik kandung Halibi, Rohanah, kondisi sang bayi menurun dibandingkan sebelumnya. Hal ini diketahui dari penjelasan dr. Rajen yang sebelumnya mengontrol.

’’Kata Pak Dokter, kondisi bayi menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dokter juga menanyakan ke Suhaini apakah siap untuk melihat bayinya atau tidak. Sebab setelah operasi caesar berhasil, Suhaini belum pernah melihat anaknya yang saat ini masih di inkubator,” paparnya.

Ditanya seperti itu, lanjut Rohanah, Suhaini tidak dapat berkata apa-apa dan hanya mampu menangis. Namun, secara umum kondisi Suhaini sudah lebih membaik jika dibandingkan pascaoperasi Sabtu lalu.

Di penghujung pertemuan, Halibi meminta kepada pemerintah, khususnya Pemkab Lamsel dan para dermawan untuk mengulurkan bantuan. ”Saya hanya buruh bangunan, itu pun tidak tetap. Isteri saya juga tidak bekerja (ibu rumah tangga). Saya berharap, agar ada para pihak yang mempunyai hati dermawan untuk membantu bayi saya. Saya ingin sekali melihat anak saya tetap hidup, sehat, normal, juga tumbuh seperti anak-anak lainnya,” harapnya.

Terpisah, Humas RSBAH Iwan Hamzah mengatakan bahwa pihaknya akan memantau perkembangan si jabang bayi hingga tiga hari pascaoperasi. ’’Setelah tiga atau empat hari, kami akan melakukan langkah-langkah selanjutnya,” tutur Iwan singkat. (c1/fik)